Ada yang tak pernah menikmati purnama di alam terbuka? Coba sesekali ke suatu tempat tepat saat bulan penuh itu datang. Nikmatilah bulan yang sesungguhnya di sana. Di mana? Bagaimana jika di sebuah pulau. Di sanalah salah satu cara terbaik menikmati bulan purnama, tanpa gangguan cahaya lain.
Di pulau itu, kita bisa memilih beberapa lokasi di mana hanya bulan satu-satunya lah yang bercahaya, saat alam berwarna perak, benar-benar hanya perak. Terlebih saat pantulan cahaya bulan meriap di air. Bagi saya, itulah salah satu momen terindah di planet bumi.
Lebih hebat lagi jika bisa menikmati purnama sejak saat terbitnya, di laut. Naik perahu tradisional, perahu berjalan membawa kita ke arah terbitnya bulan. Duduk tepat di dekat cadik (bagian depan perahu), lalu menyentuhkan kaki di air. Tepat ketika terbitnya bulan di permukaan laut, warnanya kemerahan.
Itu seperti menaiki tangga cahaya menuju bulan, karena bagian tubuh kita seakan terhubung langsung dengan bulan. Di mana itu kira-kira? Ya di Pulau Karang Jamuang lah yang mungkin kita bisa begitu.
Kalau mau berangkatlah melalui Ujung Pangkah Gresik. Perjalanan berangkat dan pulang dari Pulau Karang Jamuang melalui Ujung Pangkah masih ada beberapa sensasi lain, terutama ketika senja. Saat perahu melintasi muara, itu saatnya burung-burung bangau pulang sarang, sekaligus saat terbitnya bulan.
Lenguhan burung-burung bangau ini liris seperti puisi, merdu seperti sonata, mereka seperti memanggil bulan. Bahkan saat malam hari, kita bisa tidur degan cara mengubur diri di pasir pantai yang bersih dan sepenuhnya bau laut. Tak ada polusi apapun, termasuk ingatan buruk.
Pasirnya begitu hangat, dan aman dari binatang liar yang berbahaya, sebab di pulau yang luasnya kira-kira cuma 3 hektar ini memang tidak dihuni binatang liar. Dan malam di pulau ini jika cuaca cerah, bintangnya sebening cermin.
Tengah malam di laut lepas dengan perahu tradisional akan menjadi sensasi yang tak terbayangkan. Sempatkanlah berhenti di laut lepas dengan cara mematikan mesin perahu, juga semua bunyi-bunyian yang kita punya dari peralatan elektronik, 1 jam atau lebih tanpa bunyi apapun.
Lalu berebahlah di geladak perahu, menghadap pandangan ke atas. Pejamkan mata 10-15 menit atau bahkan 30 menit, Saat memejam, yang terdengar hanyalah suara napas sendiri dan kecipak laut. Kemudian buka mata perlahan, rasanya akan seperti terbangun dari mimpi indah kemudian hadir di kehidupan nyata yang lebih indah.
Kemudian bangkit untuk duduk dalam posisi santai. Wow, itu saatnya cahaya bintang memantul sempurna di permukaan laut. Ombak akan memainkan cahaya bintang (dan atau bulan) begitu dekat, cahaya yang berayun. Tengah malam di laut lepas kita tak akan melihat horizon, maka seperti hidup di tengah kemerlip bintang, bintang di atas kepala dan bintang-bintang yang memantul di air.
Ini semua mungkin lebih mirip cerita tentang pulau di negeri dongeng. Tapi ngomong-ngomong soal negeri dongeng, sesungguhnya bagi orang-orang di luar sana, alam Indonesia memang layak untuk disebut “negeri dongeng,” salah satunya Karang Jamuang. (naskah dan foto: Arik S Wartono/editor: Heti Palestina Yunani)
*Artikel ini juga tayang di Padmagz.com dengan judul Naik Tangga Cahaya ke Bulan di Karang Jamuang